Minggu, 27 Juli 2008

Program Studi Desain Komunikasi Visual (Deskomvis/DKV)

Desain Komunikasi Visual (sebelumnya disebut Desain Grafis) adalah ilmu yang mengembangkan bentuk bahasa komunikasi visual berupa pengolahan informasi atau pesan untuk tujuan sosial atau komersial, dari individu atau kelompok yang ditujukan kepada individu atau kelompok lainnya.
Pesan dapat berupa informasi produk, jasa, atau gagasan yang disampaikan kepada target audience, dalam upaya peningkatan usaha penjualan, peningkatan citra dan publikasi program pemerintah. Pada prinsipnya DKV adalah perancangan untuk menyampaikan pola pikir dari penyampaian pesan kepada penerima pesan, berupa bentuk visual yg komunikatif, efektif, efisien dan tepat, terpola dan terpadu serta estetis, melalui media tertentu sehingga dapat mengubah sikap positif sasaran.
Elemen DKV adalah gambar/ foto, huruf, warna dan tata letak dalam berbagai media, baik media cetak, massa, elektronika maupun audio visual.
Contoh karya DKV antara lain: desain iklan cetak, poster, billboard, kemasan produk (packaging), logo/logotype, brosur, leaflet, katalog, stationary kit (kartu nama, amplop, kop surat, map, dsb), desain kalender, cover buku, cover majalah, dan banyak lagi.
Akar bidang dkv adalah komunikasi budaya, komunikasi sosial, dan komunikasi ekonomi. Tidak seperti seniman murni (pelukis, pematung) yang mementingkan ekspresi perasaan dalam dirinya, seorang desainer komunikasi visual adalah penterjemah dalam komunikasi gagasan. Karena itulah DKV mengajarkan berbagai bahasa visual yang dapat digunakan untuk menerjemahkan pikiran dalam bentuk visual.

Jumat, 25 Juli 2008

Teknik Layout Desain

Lay out adalah tata letak unsur huruf (tipografi) dan unsur seni (foto, ilustrasi, dan elemen visual lainnya) di atas kertas.

Element-elemen Desain:
1. Line (garis)
2. Texture (kesan halus-kasar)
3. Space (bentuk / bidang)
4. Size (ukuran)
5. Value (nilai gelap terang)
6. Color (warna)

The Principles of Design:
1. Balance (an equal distribution of weight)
2. Emphasis (what stands out most gets noticed first)
3. Rhythm (a pattern created by repeating elements that are varied)
4. Unity (all the elements look like they belong together)

P O S T E R
Pengertian poster adalah: Capturing a moving audience with your message.
You will have only seconds to attract a viewer’s attention in a crowded environment (normally 10 – 15 times your format width).

A poster should:
1. have large type that can be read from the expected viewing distance.
2. have a simple layout (select a few key elements – type and visuals – so the viewer quickly gets the message).
3. Include all important information: date, time, place, etc.
4. Have one dominant element – a headline, visual or logotype – that will quickly attract the eye.
5. Have the most important message emphasized by size, color, or value.
6. Have art that is closely related to its message or subject.
7. Have its type and visuals arranged in logical sequence. (It should read from left to right or top to bottom).
8. Often have unusual or tight croppings on photos. (A tightly cropped photo can be reproduced larger, so it’s easier to see).
9. Have bold, intense colors so it can be easily seen at a distance.

Selasa, 22 Juli 2008

Desain Majalah Kampus

Desain Cover Majalah Kampus, Desain Halaman Isi Majalah Kampus, Fotografi Majalah Kampus, Tipografi Majalah Kampus

Peran desain atau perwajahan dalam penerbitan pers belakangan tampak lebih dominan. Penampilan visual media cetak kini dituntut lebih atraktif, kreatif, dan persuasif untuk tujuan merebut perhatian pembaca. Tidak terkecuali “majalah kampus”. Jika aspek perwajahan tidak digarap secara menarik, jangan terlalu berharap akan dibaca. Sebab pembaca telah terbiasa "dimanjakan" matanya oleh desain-desain yang menarik dan menyenangkan mata. Pengelola majalah saat ini tidak cukup hanya mengandalkan kualitas isi (berita/naskah), kendati aspek verbal ini amat penting. Harus disadari bahwa aspek visual (desain grafis) memiliki peran sangat strategis dan efektif untuk memikat calon pembaca. Majalah kampus idealnya memiliki dua bidang keredaksian, yakni Redaktur Naskah (Verbal Editor) dan Redaktur Artistik (Visual Editor). Redaktur Naskah berurusan dengan kualitas isi (content) termasuk menentukan formula, seleksi naskah, membuat judul yang menarik, mengedit bahasa, dan sebagainya. Sedangkan Redaktur Artistik bertugas mengkomunikasikan naskah menggunakan unsur-unsur visual seperti huruf, foto, ilustrasi, warna, garis, dan elemen grafis lainnya sehingga naskah-naskah tadi dapat ditangkap oleh pembaca secara mudah, menyenangkan, dan mengesankan.

SASARAN PEMBACA MAJALAH KAMPUS
Bagaimana desain majalah dikatakan baik? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, karena memang tidak ada patokan baku untuk memastikan desain majalah yang baik. Meskipun demikian, desain majalah yang dianggap baik umumnya memiliki kriteria: mudah dibaca, komunikatif, menarik dan menyenangkan sasaran pembacanya. Pendekatan pertama dalam merancang majalah kampus adalah mengkaji formula atau konsumsi naskah yang hendak disajikan. Pahami dengan baik siapa sasaran pembaca yang dituju dan sajian apa yang sekiranya menarik. Apakah ia seperti TEMPO dan GATRA yang memiliki gaya santai tapi ilmiah, atau semacam Kawanku dan CosmoGIRL! yang membidik remaja kota, elit, trendy, dan terpelajar? Setiap majalah seharusnya memiliki sasaran pembaca yang jelas. Dari sinilah seorang desainer mulai bekerja, menentukan image perwajahan majalah (the kind of a look) yang sesuai dengan mood pembacanya.

COVER MAJALAH KAMPUS
Cover atau sampul majalah kampus punya peran sangat strategis untuk menarik perhatian pembaca. Kalau diumpamakan toko, cover ibarat etalase atau window-display. Usahakan agar desain sampul berteriak "LOOK AT ME!" atau "TAKE ME, NOW!". Cover majalah harus dapat mengiklankan dirinya sendiri. Beberapa aspek berikut perlu dipertimbangkan. · Cover harus memiliki ciri khas atau identitas, ia harus tampil beda dari yang lain sehingga pembaca dapat dengan mudah mengenalinya, terutama kalau ia dipajang bersama dengan majalah-majalah lain.
Cover majalah kampus harus punya stopping-power yang kuat untuk merampok perhatian pembaca, untuk menghipnotis calon pembaca.
Secara visual harus berani bersaing ketika dipajang di kios penjualan bersama majalah-majalah lain. Usahakan tampil segar, original dan kreatif. · Ciptakan mood yang sesuai dengan selera pembaca melalui komposisi warna, tipografi, foto, dan aspek visual lainnya. Misal untuk majalah remaja, diperlukan warna-warna yang mencolok, kontras, dengan ilustrasi foto yang trendy dan pemilihan huruf (tipografi) yang dinamis.

Elemen-elemen visual yang perlu di-display pada sampul majalah umumnya meliputi: ·

Logo/Logotype atau nama majalah. Gunakan jenis huruf yang impresif, simpel, dan komunikatif.
Nomor penerbitan/edisi dan tanggal-bulan-tahun.
Harga eceran.
Judul-judul naskah yang menarik, biasanya Laporan Utama dan artikel-artikel eksklusif/fenomenal. · Unsur visual, berupa foto, ilustrasi, dan tipografi.
Iklan (misal: BONUS POSTER, BONUS CD, dll.)

Elemen-elemen di atas disusun dengan memperhatikan kaidah-kaidah desain (dibicarakan pada sesi lain), dengan senantiasa mengutamakan kaidah komunikasi – NOT just ART!

HALAMAN DALAM MAJALAH KAMPUS
Tugas desainer tidak hanya merancang cover. Pekerjaan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menggarap layout halaman dalam. Setelah calon pembeli tertarik pada cover majalah dan kemudian membukanya, tugas desainer berikutnya adalah mengajak atau membimbing calon pembaca untuk menyimak halaman demi halaman hingga timbul keinginan untuk membaca (membeli). Perlu diingat bahwa pembaca pada saat membuka majalah selalu melihat halaman kiri dan kanan sekaligus, maka dua halaman yang berhadapan harus dirancang sekaligus dalam satu kesatuan. Penempatan elemen visual (foto, teks, garis, dll) di halaman kiri harus seimbang dengan halaman kanan. Untuk menciptakan kemudahan baca (readability) dan kenyamanan baca (legibility), ada dua aspek desain yang perlu diperhitungkan, yaitu tipografi dan fotografi.

TIPOGRAFI
Tipografi atau susunan huruf dalam desain majalah merupakan elemen paling berperan untuk mewujudkan kenikmatan dan kemudahan baca. Di komputer tersedia puluhan bahkan ratusan jenis huruf (font). Cara terbaik untuk memilih huruf adalah dengan mempertimbangkan apakah huruf tersebut “mudah dibaca”? Huruf yang terbaik untuk media cetak adalah huruf yang punya nilai keterbacaan tinggi. Jangan sekali-kali berfikir "cari huruf yang artistik biar pembaca tertarik…." Salah besar! Artistik memang perlu, tapi nilai komunikasi lebih diutamakan. Nilai keterbacaan setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini. · Jenis huruf (font) · Ukuran huruf (point size) · Lebar setting (line length) · Spasi (baris, huruf, kata) · Bentuk susunan (alignment) · Variasi huruf (style)

FOTOGRAFI
Halaman majalah yang hanya dipenuhi teks, tanpa satupun foto, akan tampak seperti lapangan bola. Boring. Setiap naskah atau berita diusahakan ada foto atau ilustrasi. Secara visual foto memiliki daya tangkap (eye-catching) yang kuat. Lebih dari itu, foto yang memiliki bobot jurnalistik mampu bercerita tentang fakta-fakta yang sulit dijelaskan secara verbal. Pembahasan mengenai fotografi jurnalistik diperbincangkan pada sesi tersendiri. Satu hal perlu diingat, perkembangan fotografi jurnalistik saat ini telah melompat jauh, baik peralatan, teknik, maupun tuntutan kualitasnya. Foto jurnalistik kini dituntut memiliki public-interest yang tinggi, tidak hanya menarik bagi seseorang atau sekelompok tertentu saja. Tugas utama desainer dalam penanganan foto adalah menyusun dan menggabungkannya dengan teks sesuai dengan prinsip-prinsip layout.

Buku Bacaan
Garcia, Mario. 1981. Newspaper Design. London: Prentice-Hall, Inc.
Nelson, Roy Paul. 1983. Publication Design. Third Edition. Iowa: Wm.C.Brown Company Publishers.
Swann, Alan. 1987. How to Understand and Use Design and Layout. Ohio: North Light Books.

Rakhmat Supriyono, lahir di Kebumen Jawa Tengah, 1958. Pernah menjabat Redaktur Artistik di salah satu surat kabar di Yogyakarta, desainer majalah, surat kabar, tabloid, dan buku. Kini mengajar Komputer Grafis, Desain Komunikasi Visual, dan Fotografi.

Desain Majalah

Desain Cover Majalah, Desain Halaman Isi Majalah, Ilustrasi, Fotografi, Tipografi

A. Pengantar
SEMENJAK pemerintahan BJ Habibie tidak lagi mempersulit pengurusan SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers), sedikitnya 350 media massa ber-SIUPP baru telah ikut meriuhkan jagat media cetak, bersaing ketat dengan puluhan media massa yang telah dikenal masyarakat. Sejak itu pula peran desain menjadi semakin penting dalam industri pers. Kini, di kios-kios atau tempat-tempat penjualan majalah-koran-tabloid, calon pembaca disuguhi banyak pilihan sehingga mata pembaca "ditarik" kesana-kemari oleh penampilan desain yang atraktif dan persuasive. Penampilan majalah yang kurang "ngejreng" akan sulit merebut perhatian calon pembaca. Dengan demikian tugas desainer majalah untuk menangkap perhatian pembaca menjadi semakin berat. Tidak terkecuali majalah yang diterbitkan oleh aktivis kampus atau sejenisnya yang barangkali hanya untuk kalangan intern (belum ikut meramaikan kios majalah). Sebab masyarakat pembaca sudah terbiasa "dimanjakan" matanya oleh desain-desain yang menarik dan menyenangkan. Penerbitan pers, khususnya majalah, dewasa ini tidak cukup hanya mengandalkan kualitas berita atau naskah, kendati aspek verbal ini amat penting. Harus diakui bahwa aspek visual (desain) memiliki peran sangat menentukan untuk menangkap calon pembaca. Betapapun menariknya sebuah artikel, jika tidak di- visualisasikan dengan baik, boleh jadi tidak akan dibaca. Visualisasi yang baik di antaranya termasuk pemilihan huruf (terutama jenis dan ukuran), tata letak, dan adanya ilustrasi (grafik, foto, dan unsur visual lainnya). Penerbitan majalah idealnya memiliki dua bidang keredaksian, yaitu Redaktur Naskah (Verbal Editor) dan Redaktur Artistik (Visual Editor). Redaktur Naskah bertugas menjaga kualitas isi termasuk formula yang disajikan, pemilihan rubrik, seleksi naskah, membuat judul yang menarik, mengedit bahasa, dan lain-lain. Redaktur Artistik bertugas mengkomunikasikan informasi atau naskah dengan lambang-lambang visual seperti huruf, foto, gambar, warna, garis dan unsur grafis lainnya – dengan maksud agar naskah-naskah tadi dapat diikuti oleh pembaca secara mudah, menyenangkan, dan mengesankan.

B. Sasaran Pembaca
Bagaimana desain majalah yang baik? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena memang tidak ada satu pun rumus yang absolut untuk menyebut desain majalah yang baik. Secara umum dapat dikatakan, bahwa desain majalah harus memiliki nilai kemudahan baca (legibility) yang tinggi, komunikatif, dan menarik sasaran pembacanya. Pendekatan pertama dalam merancang majalah adalah mengkaji formula atau konsumsi berita dan artikel yang disajikan. Siapa sasaran pembacanya? Apakah ia seperti TEMPO yang memiliki kelompok pembaca dewasa-umum-ilmiah-populer? Atau semacam Kawanku dan Hai yang menjaring pembaca "ABG"? Ataukah sejenis Bobo, Bocil, dan majalah anak-anak lainnya? Setiap majalah seharusnya memiliki sasaran pembaca yang spesifik. Dari sinilah seorang desainer beranjak menentukan nuansa perwajahan majalah (the kind of a look) yang sesuai dengan mood pembacanya.

C. Cover Majalah
Sampul atau cover majalah punya peran strategis untuk menangkap perhatian pembaca. Kalau diumpamakan toko, cover ibarat etalasenya. Maka buatlah desain sampul yang mampu berteriak "lihat aku!, bacalah aku, sekarang!". Sampul majalah harus dapat mempromosikan dirinya. Untuk maksud tersebut, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan. - Sampul harus memiliki ciri atau identitas, ia harus tampil beda dari yang lain sehingga pembaca dapat dengan mudah mengenalnya. - Untuk menarik perhatian calon pembaca, cover harus dapat menghentikan pandang, terutama jika dipajang di kios penjualan bersama majalah-majalah lain. Usahakan tampil segar, original, dan kreatif. - Ciptakan mood atau nuansa yang sesuai dengan selera pembaca. Elemen-elemen visual yang perlu di-display pada sampul majalah umumnya sebagai berikut. - Logotype atau nama majalah. Gunakan jenis huruf yang simpel, komunikatif, dan impresif. - Nomor penerbitan dan tanggal-bulan-tahun. - Harga eceran. - Judul-judul naskah yang menarik (Laporan Utama dan artikel-artikel eksklusif/fenomenal). - Unsur seni (foto, ilustrasi, tipografi).

D. Tipografi dan Fotografi
Desain cover merupakan pekerjaan awal desainer. Tugas selanjutnya yang tak kalah pentingnya adalah merancang halaman dalam. Setelah calon pembaca berhasil "dihipnotis" oleh penampilan cover, berikutnya adalah mengajak dan membimbing calon pembaca untuk menyimak halaman demi halaman sampai timbul keinginan membaca, dan kemudian memutuskan untuk membeli. Elemen-elemen visual yang sering digunakan sebagai eye-catcher adalah tipografi dan fotografi, dua unsur penting yang berpengaruh terhadap kenyamanan baca (legibility).

1. Tipografi
Tipografi atau susunan huruf dalam desain media cetak merupakan elemen paling penting untuk mewujudkan kenikmatan dan kemudahan baca. Di komputer ada ratusan bahkan ribuan jenis huruf (font). Cara terbaik untuk memilih huruf adalah dengan mempertimbangkan apakah huruf tersebut mudah dibaca? Maka, huruf yang paling baik untuk media cetak adalah huruf yang punya nilai keterbacaan tinggi. Jangan sekali-sekali berpikir "cari huruf yang 'nyeni' biar pembaca tertarik…." Nilai keterbacaan dipengaruhi oleh enam faktor berikut ini. a. Jenis huruf (font) b. Ukuran huruf (point size) c. Lebar setting (line length) d. Spasi (baris, huruf, kata) e. Bentuk susunan (alignment) f. Variasi huruf (style)

2. Fotografi
Halaman majalah yang hanya dipenuhi teks, tanpa satu pun foto, akan tampak seperti lapangan bola, monoton dan membosankan. Maka setiap naskah hendaknya diusahakan ada foto atau ilustrasi. Namun tidak berarti peran foto hanya sebagai pelengkap berita saja. Foto secara visual memiliki kelebihan sebagai eye-catcher yang kuat. Terlebih foto-foto yang memiliki kualitas jurnalistik yang baik, foto bisa bercerita panjang tentang fakta-fakta yang sulit dijabarkan dengan bahasa verbal. Perkembangan fotografi jurnalistik dewasa ini telah melompat jauh, baik kualitas maupun dukungan peralatannya. Tuntutan foto jurnalistik kini tidak hanya pada kualitas teknik dan nilai berita saja, melainkan dituntut memiliki kualitas artistik dan memiliki public-interest yang luas, tidak hanya menarik bagi orang atau sekelompok masyarakat tertentu saja.

Foto-foto yang memiliki public-interest tinggi umumnya punya kelebihan-kelebihan sebagai berikut.
- Komunikatif, mudah ditangkap, dan informatif
- Menyentuh perasaan, sensasional, dramatis, dan tidak biasa (unusual)
- Ide baru, original, bukan perulangan yang sudah pernah dilakukan orang
- Punya greget dan daya-tangkap (stopping power), menggairahkan, sensual
- Benar-benar terjadi, bukan hasil rekayasa (trick)
- Memiliki kualitas artistik (grafis) dan kualitas teknik yang memadai

Kiat mendapatkan foto untuk kepentingan jurnalistik antara lain dengan melakukan tindakan berikut.
- Ambillah foto peristiwa secara menyeluruh dari berbagai sudut pandang yang menarik.
- Berikutnya, ambil detail (close-up) beberapa bagian yang khas dari peristiwa atau subjek tersebut, dengan komposisi yang kuat dan menarik.
- Bidiklah peristiwa atau subjek dari berbagai angle: tinggi-rendah, kiri-kanan, jauh-dekat, dsb untuk mendapatkan komposisi yang menarik.
- Gunakan peralatan yang tepat: lensa, film, filter, motor-drive, tripod, flash, dan lain-lain sesuai keadaan. Tugas utama desainer dalam penanganan foto adalah menyusun dan menggabungkan dengan teks secara baik sesuai dengan prinsip-prinsip layout.
Pada beberapa penerbitan, desainer diberi kewenangan meng-cropping foto untuk tujuan komposisi atau mempertajam pusat perhatian (focus of interest). Tentang pemilihan foto yang layak-muat biasanya dilakukan oleh Redaktur Foto, melalui kesepakatan dengan Redaktur Halaman atau pengelola rubrik masing-masing. Perlu diingat bahwa pembaca pada saat membuka majalah selalu melihat halaman kiri dan kanan sekaligus, maka dua halaman yang berhadapan harus dirancang sekaligus dalam satu kesatuan. Penempatan elemen visual di halaman kiri harus seimbang dengan halaman kanan. Akhirnya harus disadari bahwa tujuan desain majalah bukanlah membuat perwajahan yang "nyeni", tetapi yang komunikatif, mudah diikuti, dan menyenangkan pembaca.

RAKHMAT SUPRIYONO
Yogyakarta, 11 November 2001

Desain Grafis

Seni Grafis, Grafis, Desain Grafis, Desain Komunikasi Visual, DKV, Diskomvis

Dalam desain grafis tedapat beberapa istilah yang sering rancu, di antaranya:
- Seni Grafis (Graphic Arts), termasuk cabang Seni Murni (fine art) seperti cukil kayu, intaglio dan cetak saring.
- Grafis (Graphic), adalah hal yang berkaitan dengan tulisan atau gambar yang mengandung makna untuk menyampaikan informasi. Sering digunakan untuk memperjelas informasi di media cetak.
- Disain Grafis (Graphic Design), berasal dari bahasa Yunani “Graphos” yang artinya “tulisan/gambar”. Sampai sekarang di Eropa dan Amerika masih banyak menggunakan istilah Graphic Design, tapi di Indonesia diganti menjadi Disain Komunikasi Visual (sering disingkat DKV atau Diskomvis).

Karya DKV
Karya DKV ada di mana-mana…., ia ada di pakaian, di kamar mandi, di ruang kerja, di kendaraan, di pinggir jalan, di rumah sakit, di lapangan sepak bola, di pertokoan, .....anywhere!
Di baju, di kaos, di celana, bahkan di celana dalam yang kita pakai, selalu ada merk/brand....
Di kamar mandi kita selalu mendapati pasta gigi, sabun mandi, shampo, dll.... dalam kemasan (packaging) yang menarik...
Di ruang kerja mata kita tak bisa terhindar dari kalender, amplop, kop surat, kartu nama, block-note, brosur, katalog, majalah, etc, yang penampilannya tidak asal-asalan....
Di sepanjang jalan yang kita lewati, mata kita juga dipaksa untuk melihat bill-board, baliho, poster, banner, spanduk, papan nama, dll yang semua saling berebut merampok perhatian.... Bahkan di rumah sakit, kita masih dipaksa untuk melihat kemasan obat, dll....
Di pertokoan kita disapa oleh banner, hanging display, dll... setelah belanja kita diberi tas yang tidak polos tapi ada logo/nama toko/nama barang yang kita beli....
Yahhh...., itu baru sebagian dari karya-karya disain grafis atau disain komunikasi visual.

Sebelum membuat desain, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
Disain apa yang hendak kita kerjakan? Produk apa yang hendak kita disain, apa kelebihan dan kekurangannya?, pakai media apa? Bagaimana spesifikasi produknya, kualitasnya, pengerjannya?, …… Siapa target audience-nya, siapa kompetitornya?, ….. Di daerah mana informasi akan disebar? Kapan waktu yang tepat, berapa lama? Berapa eksemplar, berapa biayanya? …. adalah beberapa pertanyaan yang perlu diperhitungkan sebelum mendisain.

Prinsip-prinsip Disain
1. Keseimbangan (Balance) Symmetrical balance / formal balance. Asymmetrical balance / informal balance
2. Irama (Rhythm) Regular: susunan elemen-elemen disain yang ukuran dan panjangnya sama. Flowing: memberi kesan gerak. Progressive: penataan elemen-elemen disain yang progresif (semakin besar, dsb).
3. Proporsi (Proportion) Perbandingan ukuran, skala prioritas antara elemen yang satu dg lainnya.
4. Dominan (Dominance) Tingkat penekanan (emphasis) utk mengarahkan pembaca, elemen mana yg perlu dibaca pertama, kedua, dst.
5. Kesatuan (Unity) Upaya menghubungkan elemen-elemen disain dengan komposisi secara keseluruhan sehingga tampak sebagai satu kesatuan yang harmonis.

Proses Disain
Ada beberapa tahapan yang sering dilakukan oleh disainer, yaitu:
1. Mempelajari/mengenali produk/jasa yg akan dikomunikasikan (product knowledge): spesifikasi produk, keunggulan, keistimewaan, target audience, competitor, dsb.
2. Menuangkan ide dalam bentuk sketsa-sketsa kasar: lay-out, ilustrasi, teks, dsb.
3. Dari sketsa2 lay-out kemudian dituangkan menjadi beberapa alternatif disain menggunakan komputer. Mencoba beberapa font (jenis, ukuran, spasi), ilustrasi, warna, komposisi, dll.
4. Tawarkan beberapa alternatif (2 sampai 4 disain) pada client. Disain yang terpilih kemudian disempurnakan, dibuat disain komprehensif yang siap diproses cetak.